Dalam praktik klinis sehari-hari, terutama di fasilitas layanan kesehatan primer, infeksi kulit merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai. Salah satu yang paling umum dan perlu dipahami secara mendalam oleh tenaga kesehatan adalah impetigo.
Impetigo adalah infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh bakteri, sangat menular, dan paling sering menyerang anak-anak, meskipun orang dewasa juga dapat terpengaruh. Memahami patofisiologi, diagnosis yang akurat, serta tatalaksana yang tepat tidak hanya krusial untuk kesembuhan pasien tetapi juga untuk mencegah penyebaran lebih lanjut di komunitas.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai impetigo, mulai dari jenis, diagnosis klinis, penggunaan kode ICD-10 yang sesuai, hingga pilihan terapi terkini yang relevan bagi dokter dan tenaga kesehatan.
Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Impetigo
Impetigo merupakan infeksi pada lapisan epidermis kulit yang paling sering disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Infeksi ini biasanya masuk melalui celah pada kulit, seperti luka gores, gigitan serangga, atau lesi kulit akibat kondisi lain seperti eksim (dermatitis atopik).
Karena sifatnya yang sangat menular, impetigo dapat dengan cepat menyebar ke bagian tubuh lain (autoinokulasi) atau ke orang lain melalui kontak langsung atau melalui benda perantara (fomites) seperti handuk, pakaian, atau mainan.
Faktor risiko utama meliputi kebersihan yang kurang terjaga, lingkungan yang padat dan lembap, serta adanya kerusakan pada barier kulit. Oleh karena itu, kasus ini sering ditemukan di lingkungan seperti sekolah atau tempat penitipan anak.
Jenis-Jenis Impetigo dan Gejala Klinisnya
Secara klinis, impetigo terbagi menjadi dua bentuk utama, yaitu non-bulosa dan bulosa. Membedakan keduanya penting karena dapat memengaruhi pilihan tatalaksana.
1. Impetigo Krustosa (Non-bulosa)
Ini adalah bentuk yang paling umum, mencakup sekitar 70% dari semua kasus. Gejalanya dimulai dengan munculnya makula atau papula merah kecil yang dengan cepat berkembang menjadi vesikel atau pustula. Lesi ini kemudian pecah, mengeluarkan cairan yang mengering dan membentuk krusta tebal berwarna kuning keemasan atau seperti madu (honey-colored crusts). Lesi ini biasanya tidak nyeri namun bisa terasa gatal.
2. Impetigo Bulosa
Bentuk ini hampir selalu disebabkan oleh strain S. aureus yang memproduksi toksin eksfoliatif. Gejalanya ditandai dengan pembentukan bula (lepuhan) besar dan lembek berisi cairan bening yang kemudian menjadi keruh. Bula ini mudah pecah, meninggalkan dasar kulit yang lembap, kemerahan, dan mengkilap dengan sisa-sisa atap bula di tepinya (koleret). Berbeda dengan impetigo krustosa, krusta pada bentuk bulosa biasanya lebih tipis.
Ada juga bentuk yang lebih dalam dan parah yang disebut ektima, di mana infeksi meluas hingga ke dermis dan membentuk ulkus yang “menancap” (punched-out ulcer) dengan krusta tebal di atasnya.
Diagnosis Impetigo dan Kode ICD-10 yang Tepat
Diagnosis impetigo sebagian besar ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas. Anamnesis mengenai riwayat kontak dan munculnya lesi sudah cukup untuk mengarahkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang seperti kultur bakteri dari spesimen lesi umumnya tidak diperlukan, kecuali pada kasus yang tidak merespons terapi awal, kasus berulang, atau untuk mengidentifikasi wabah MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus).
Dalam sistem pencatatan medis, penggunaan kode diagnosis yang akurat sangatlah penting untuk klaim asuransi dan analisis data kesehatan. Di sinilah peran Rekam Medis Elektronik (RME) menjadi vital. Untuk impetigo, kode yang digunakan dalam ICD-10 adalah:
- L01.0: Impetigo
- L01.00: Impetigo, tidak spesifik
- L01.01: Impetigo non-bulosa
- L01.02: Impetigo bulosa
- L01.1: Impetiginisasi pada dermatosis lain
Dengan RME yang terintegrasi, tenaga medis dapat dengan mudah mencari dan mencatat kode ICD-10 yang sesuai, memastikan data historis pasien tercatat dengan akurat dan lengkap.
Tatalaksana dan Pilihan Terapi
Tujuan utama pengobatan adalah untuk mempercepat penyembuhan, mengurangi penyebaran infeksi, dan mencegah komplikasi. Pilihan terapi bergantung pada luas dan jenis impetigo.
- Terapi Topikal: Untuk kasus impetigo non-bulosa yang terlokalisir, antibiotik topikal menjadi pilihan utama. Salep seperti Mupirocin 2% atau Retapamulin 1% sangat efektif. Penting untuk membersihkan krusta dengan lembut menggunakan air hangat dan sabun sebelum mengoleskan salep agar penetrasi obat maksimal.
- Terapi Sistemik: Antibiotik oral diindikasikan untuk kasus impetigo dengan lesi yang luas, impetigo bulosa, atau jika ada tanda-tanda infeksi sistemik. Pilihan antibiotik harus menargetkan S. aureus dan S. pyogenes. Lini pertama yang umum digunakan adalah Cefalexin atau Dicloxacillin. Jika dicurigai adanya MRSA, pilihan dapat beralih ke Clindamycin atau Doxycycline (untuk anak di atas 8 tahun).
Selain terapi farmakologis, edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan secara teratur dan tidak berbagi barang pribadi, sangat krusial untuk mencegah penularan.
Meningkatkan Efisiensi Fasyankes dalam Menangani Kasus Dermatologi
Penanganan kasus dermatologi seperti impetigo memerlukan ketelitian dalam diagnosis, pemilihan terapi yang tepat, dan pencatatan yang akurat. Proses ini dapat menjadi tantangan di fasilitas kesehatan dengan volume pasien yang tinggi. Kesalahan dalam rekam medis atau peresepan obat dapat berisiko menurunkan kualitas layanan.
Penggunaan sistem manajemen fasilitas layanan kesehatan yang modern dan terintegrasi dapat menjadi solusi. Sistem ini membantu menyederhanakan alur kerja, mulai dari manajemen antrian pasien, pencatatan rekam medis historis dengan kode ICD-10, hingga peresepan obat dan manajemen apotek. Dengan demikian, tenaga kesehatan dapat lebih fokus pada aspek klinis penanganan pasien.
Untuk manajemen klinis yang lebih efisien dan terintegrasi, saatnya beralih ke Rekam Medis Elektronik. Kunjungi rheina.id untuk menemukan solusi terbaik bagi fasilitas layanan kesehatan Anda.