Dalam dunia medis, kelainan darah genetik menjadi tantangan tersendiri karena dampaknya yang bersifat kronis dan memerlukan manajemen jangka panjang. Salah satu yang paling signifikan di Indonesia adalah thalasemia. Kondisi ini sering kali menyebabkan penderitanya mengalami badan lemas berkepanjangan akibat anemia.
Lantas, apa itu penyakit thalasemia sebenarnya? Ini adalah kelainan genetik yang memengaruhi produksi hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya, produksi sel darah merah yang sehat menjadi terganggu, memicu berbagai komplikasi sistemik yang memerlukan perhatian klinis secara cermat.
Membedah Lebih Dalam: Apa Itu Penyakit Thalasemia?
Thalasemia adalah penyakit keturunan (genetik) yang ditandai oleh kurangnya sintesis rantai globin alfa atau beta, yang merupakan komponen utama pembentuk hemoglobin. Berdasarkan rantai globin yang terganggu, thalasemia terbagi menjadi dua jenis utama:
1. Thalasemia Alfa
Terjadi ketika gen yang berhubungan dengan produksi protein globin alfa hilang atau mengalami mutasi. Tingkat keparahannya bervariasi tergantung pada jumlah gen yang terpengaruh.
2. Thalasemia Beta
Terjadi akibat mutasi pada gen yang mengkode produksi protein globin beta. Ini adalah jenis yang lebih umum ditemukan.
Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif, artinya seseorang harus mewarisi gen cacat dari kedua orang tuanya untuk menderita thalasemia mayor (bentuk yang parah). Jika hanya satu gen yang diwariskan, individu tersebut menjadi pembawa sifat (carrier) atau menderita thalasemia minor, yang gejalanya jauh lebih ringan atau bahkan tidak ada sama sekali.
Gejala Klinis dan Diagnosis Thalasemia
Gejala thalasemia sangat bervariasi, tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Pasien dengan thalasemia minor mungkin hanya mengalami anemia ringan dan tidak menyadarinya. Namun, pada penderita thalasemia mayor atau intermedia, gejalanya bisa sangat berat dan biasanya muncul sejak masa kanak-kanak.
Gejala klinis yang sering menjadi tanda utama meliputi:
- Kelemahan dan kelelahan ekstrem (badan lemas) akibat anemia kronis.
- Pucat (pallor) pada kulit dan selaput lendir.
- Urin berwarna gelap.
- Perut membesar akibat pembengkakan limpa dan hati (hepatosplenomegali).
- Perubahan bentuk tulang wajah dan pertumbuhan yang lambat pada anak-anak.
- Sesak napas (dispnea).
Diagnosis thalasemia ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan. Awalnya, dokter akan melakukan pemeriksaan darah lengkap (CBC) yang biasanya menunjukkan anemia mikrositik hipokromik (sel darah merah kecil dan pucat). Untuk konfirmasi, diperlukan analisis hemoglobin menggunakan metode elektroforesis atau High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk melihat komposisi hemoglobin abnormal. Pemeriksaan genetik juga dapat dilakukan untuk identifikasi mutasi secara definitif.
Baca juga: Folikulitis Adalah: Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya
Pendekatan Manajemen dan Terapi Terkini
Manajemen thalasemia bertujuan untuk mengatasi anemia, mengelola kelebihan zat besi, dan menangani komplikasi yang mungkin timbul. Bagi tenaga kesehatan, memahami protokol penanganan yang komprehensif sangatlah penting.
1. Transfusi Darah Rutin
Ini adalah pilar utama terapi untuk pasien thalasemia mayor. Transfusi darah secara teratur membantu menjaga kadar hemoglobin pada level yang aman, memungkinkan pertumbuhan normal, dan menekan aktivitas sumsum tulang yang tidak efektif.
2. Terapi Kelasi Besi
Konsekuensi dari transfusi darah rutin adalah penumpukan zat besi (iron overload) di dalam organ vital seperti jantung, hati, dan kelenjar endokrin. Terapi kelasi besi wajib diberikan untuk mengikat dan membuang kelebihan zat besi dari tubuh, mencegah kerusakan organ jangka panjang.
3. Suplementasi Asam Folat
Asam folat diperlukan untuk membantu tubuh memproduksi sel darah merah yang sehat.
4. Transplantasi Sumsum Tulang (Stem Cell Transplant)
Hingga saat ini, transplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok adalah satu-satunya terapi kuratif untuk thalasemia. Namun, prosedur ini memiliki risiko yang signifikan dan tidak semua pasien memiliki donor yang sesuai.
Manajemen pasien thalasemia yang kompleks dan bersifat jangka panjang ini memerlukan pencatatan medis yang akurat, runtut, dan terintegrasi. Di sinilah peran teknologi digital menjadi vital untuk memastikan setiap riwayat pengobatan, hasil lab, dan jadwal transfusi tercatat dengan baik.
Untuk mendukung praktik klinis yang unggul, mulailah beralih ke Rekam Medis Elektronik (RME) dari Rheina. Dengan fitur lengkap mulai dari manajemen antrian, data historis rekam medis yang mudah diakses, peresepan digital, manajemen apotek, hingga kasir, Rheina membantu menyederhanakan alur kerja dan meningkatkan kualitas layanan di fasilitas kesehatan Anda. Kunjungi rheina.id untuk mentransformasi manajemen fasyankes Anda hari ini.