Mengenal Apa Itu Hipotermia: Gejala, Penyebab, dan Penanganannya

Suhu tubuh yang turun drastis bukanlah kondisi yang bisa dianggap remeh. Saat tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya untuk memproduksi panas, terjadilah sebuah kondisi darurat medis. Pertanyaan mendasar bagi setiap tenaga kesehatan adalah, apa itu hipotermia?

Ini adalah kondisi kritis di mana suhu inti tubuh jatuh di bawah 35°C (95°F), jauh di bawah suhu normal sekitar 37°C. Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, hipotermia dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung dan sistem pernapasan, yang pada akhirnya bisa berakibat fatal. Pemahaman mendalam mengenai kondisi ini menjadi kunci untuk diagnosis akurat dan manajemen pasien yang efektif di fasilitas layanan kesehatan.

Gejala Hipotermia Berdasarkan Tingkat Keparahannya

Gejala hipotermia sering kali berkembang secara bertahap dan tidak selalu disadari oleh penderitanya karena kebingungan dan kelelahan yang menyertainya. Menurut berbagai sumber medis, termasuk National Health Service (NHS) di Inggris, gejala ini dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya:

1. Hipotermia Ringan (Suhu Tubuh 32°C – 35°C)

  • Menggigil terus-menerus
  • Kelelahan dan lemas
  • Kulit pucat, dingin, dan kering
  • Napas cepat
  • Kesulitan berbicara (disartria)
  • Kebingungan ringan

2. Hipotermia Sedang (Suhu Tubuh 28°C – 32°C)

  • Menggigil akan berhenti seiring memburuknya kondisi
  • Tingkat kesadaran menurun drastis, menjadi sangat mengantuk
  • Gerakan melambat dan koordinasi buruk
  • Napas menjadi dangkal dan lambat
  • Denyut nadi melemah

3. Hipotermia Berat (Suhu Tubuh di Bawah 28°C)

  • Kehilangan kesadaran (koma)
  • Napas dan denyut nadi menjadi sangat lambat, lemah, dan sulit dideteksi
  • Pupil mata melebar
  • Risiko tinggi mengalami henti jantung

Faktor Risiko dan Penyebab Utama Hipotermia

Memahami apa itu hipotermia juga berarti mengetahui penyebab dan siapa saja yang berisiko mengalaminya. Penyebab utamanya adalah paparan terlalu lama terhadap suhu dingin, baik di darat maupun di air, tanpa perlindungan yang memadai. Namun, beberapa faktor lain dapat mempercepat penurunan suhu tubuh atau membuat seseorang lebih rentan.

Sebuah tinjauan dalam New England Journal of Medicine menyoroti beberapa faktor risiko utama, antara lain:

  1. Usia
    Bayi baru lahir dan lansia memiliki kemampuan termoregulasi yang lebih lemah.
  2. Kondisi Medis
    Penyakit seperti hipotiroidisme, diabetes, stroke, radang sendi parah, penyakit Parkinson, dan malnutrisi dapat mengganggu kemampuan tubuh mengatur suhu.
  3. Obat-obatan
    Beberapa jenis antidepresan, antipsikotik, atau obat penenang dapat mengubah respons tubuh terhadap dingin.
  4. Konsumsi Alkohol dan Narkoba
    Alkohol memberikan sensasi hangat palsu namun sebenarnya menyebabkan pembuluh darah melebar, yang mempercepat hilangnya panas tubuh.
  5. Pakaian Tidak Sesuai
    Tidak mengenakan pakaian yang cukup tebal, tahan angin, atau tahan air saat cuaca dingin. Terlebih lagi jika pakaian dalam kondisi basah.

Baca juga: Folikulitis Adalah: Kenali Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya

Diagnosis dan Penanganan di Fasilitas Kesehatan

Diagnosis hipotermia ditegakkan melalui pengukuran suhu inti tubuh menggunakan termometer rektal atau esofagus yang dapat membaca suhu rendah. Termometer telinga atau dahi standar sering kali tidak akurat untuk kasus ini.

Penanganan hipotermia bertujuan untuk mengembalikan suhu tubuh ke rentang normal secara bertahap dan aman.

  1. Pertolongan Pertama
    Pindahkan pasien ke lingkungan yang lebih hangat dan kering, lepaskan pakaian basah, dan tutupi dengan selimut tebal. Berikan minuman hangat dan manis jika pasien sadar dan bisa menelan.
  2. Penghangatan Pasif Eksternal
    Untuk hipotermia ringan, membiarkan tubuh menghangatkan dirinya sendiri di dalam ruangan hangat dengan selimut sudah cukup.
  3. Penghangatan Aktif Eksternal
    Pada kasus sedang, digunakan alat bantu seperti selimut penghangat, bantalan pemanas, atau lampu pemanas yang diarahkan ke tubuh pasien.
  4. Penghangatan Aktif Internal
    Untuk hipotermia berat, diperlukan intervensi medis invasif. Ini bisa mencakup pemberian cairan infus (IV) yang telah dihangatkan, oksigen lembap hangat, hingga prosedur lavase (pembilasan) rongga perut atau dada dengan larutan saline hangat.

Setiap langkah penanganan harus didokumentasikan dengan cermat. Pencatatan tanda-tanda vital, intervensi yang diberikan, dan respons pasien menjadi sangat krusial. Dalam situasi darurat seperti ini, efisiensi dan akurasi data adalah segalanya. Penggunaan sistem yang terintegrasi dapat membantu tenaga kesehatan fokus pada pasien, bukan pada tumpukan kertas.

Untuk memastikan setiap detail riwayat pasien terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses, sudah saatnya fasilitas Anda beralih ke sistem manajemen digital. Mulailah menggunakan Rekam Medis Elektronik (RME) dari Rheina untuk pengelolaan data klinis yang lebih efisien dan terintegrasi. Dengan layanan kami yang mencakup manajemen antrian, kode ICD-10, peresepan digital, hingga manajemen apotek, Anda dapat memberikan pelayanan terbaik dalam setiap kondisi, termasuk situasi darurat seperti hipotermia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *